Cari Blog Ini

Sabtu, 17 April 2010

Mencari Pemimpin Manggarai Barat yang Visioner

Ibarat adu lari, Manggarai Barat sudah kalah sejak pistol star diletuskan. Teknik berlari yang sudah kuno, membuat “pelari” Manggarai Barat tertinggal jauh di lintasan. Untuk mengejar ketertinggalan, “pelari” Manggarai Barat memerlukan teknik baru agar dapat berlari tiga kali lebih cepat. Teknik baru dalam berlari, hanya mungkin lahir jika Manggarai Barat memiliki pemimpin yang visioner. Seperti apa pemimpin visioner itu? Bung Hatta yang direkam oleh tinta Sejarah kilas tapak perjuangannya, pernah mengemukakan syarat seorang pemimpin visinoner dalam satu kalimat yang lugas namun memiliki sejuta makna yang mendalam yaitu: iman yang teguh, watak yang kukuh dan urat saraf yang kuat.

disamping itu pemimpin visioner adalah pemimpin yang mempunyai komitmen kerja cepat, kerja cerdas dan yang tak kalah penting adalah kerja tuntas serta bekerja cepat seperti mata. Ia bukan sekadar mata yang bergerak secara acak, melainkan harus menjadi mata yang jeli melihat sesuatu yang belum terlihat atau bahkan sama sekali tidak terlihat rakyatnya. Bukan itu saja, ia pun sanggup menyakinkan dan mengajak rakyatnya untuk memperjuangkan pandangan masa depannya dengan penuh optimisme

Untuk menjadi pemimpin bermata jeli, seorang pemimpin harus berkarakter, punya kredibilitas, menjadi inspirasi keteladanan dan mampu menumbuhkan harapan. Mari kita elaborasi serba sedikit soal ini. Pertama, berkarakter. Pemimpin berkarakter sudah barang tentu bukan sosok karbitan atau yang hanya mengandalkan pengalaman jabatan, jam terbang politik, dan deretan panjang aktivitas kemasyarakatan, tanpa catatan prestasi yang jelas dalam semua kiprahnya itu.Pemimpin berkarakter adalah pemimpin yang mampu membuat skenario masa depan bagi rakyat dan memperjuangkan skenario itu dengan melakukan perubahan mendasar dalam pemerintahan dan masyarakatnya dengan bertopang pada nilai-nilai masyarakatnya sendiri.

Kedua, kredibilitas. Ini menyangkut komitmen, integritas, kejujuran, konsistensi dan keberanian seorang pemimpin untuk bertanggung jawab atas pilihannya. Bukan jenis pemimpin dengan mental “tempe”, selalu ragu-ragu dan serba lambat mengambil keputusan diantara sekian banyak pilihan yang memang mustahil sempurna. Pemimpin yang kredibilitasnya mumpuni, sejak semula berkuasa siap mempertanggungjawabkan kegagalan tanpa mencari kambing belang. Ia lebih suka mencari apa yang keliru untuk diperbaiki ketimbang mencari siapa yang patut disalahkan. Kredibilitas juga mengandung pengertian adanya ketenangan batin seorang pemimpin untuk memberikan reaksi yang tepat terutama dalam kedaaan kritis. Selain tentu, saja kredibilitas juga menyangkut aspek kecakapan dan ketrampilan tehnis memimpin.

Ketiga, inspirasi keteladanan. Boleh jadi ini aspek kepemimpinan yang terpenting dan sekaligus teramat sulit untuk kita temukan kini. Banyak pemimpin di negeri ini yang gagal menjadi sumber inspirasi keteladanan. Mereka tidak sanggup berdiri di barisan terdepan dalam memberi teladan dari dirinya dan lingkungan kekuasaannya yang terdekatnya. Pemimpin yang inspiratif, semestinya sanggup secara otentik menunjukkan ketulusan satunya ucapan dengan tindakan, satunya seruan dengan pelaksanaan, satunya tekad dengan perbuatan.
Keempat, menumbuhkan harapan. Kita tahu tingkat kepercayaan rakyat terhadap pemerintah kini begitu rendah. Pemerintah seperti bebek lumpuh yang kehilangan daya. Alih-alih mampu menggugah dan mengerakkan rakyatnya, bahkan niat baik pemerintah pun acapkali disalahpahami oleh rakyatnya sendiri. Pemimpin yang memberi harapan adalah pemimpin mampu menjadikan harapan rakyatnya sebagai roh kepemimpinannya. Tidak sebaliknya, secara egois menjadikan harapannya seolah-olah sebagai harapan rakyatnya. Ada adigium yang menyangkut soal ini: “Kebijakan dan tindakan seorang pemimpin atas rakyat yang dipimpin, haruslah terkait langsung dengan kesejahteraan mereka. Jelaslah sudah, seorang pemimpin yang melalaikan kewajibannya mensejahterakan rakyatnya teramat dicela, sebab ia gagal menumbuhkan harapan bagi rakyatnya.

Titik sentral perubahan di Manggarai Barat ada pada kepemimpinan. Carut-marut keadaan ini kian tidak menentu ujung-pangkalnya lantaran daerah ini sedang landa tsunami krisis kepemimpinan. Kita tidak pernah kekurangan penguasa. Buktinya, setiap musim pemilihan tiba, stok calon penguasa berlimpah adanya. Tetapi kita jelas sedang dihantam paceklik panjang kepemimpinan. Apa buah dari paceklik ini? Taruhan terbesarnya ada pada kesinambungan pembangunan. Selama ini, kegagalan kita membangun bukan karena kita gagal membangun, tetapi lebih karena kita gagal mempertahankan kesinambungan pembangunan.

Para penguasa yang datang silih berganti, seperti tidak punya benang merah yang mempertautkan mereka. Inilah buah dari cara penguasa mengelola pembangunan yang hampir sepenuhnya memaknainya sebagai struggle for power belaka. Pembangunan katanya, adalah urusan politik lima tahunan masa berkuasa. Pandangannya sebagai penguasa begitu terbatas karena sekat politik yang ia buat sendiri. Cara pandang yang terlalu politik dalam melihat pembangunan jelas berdampak destruktif. Pertama, membuat banyak penguasa berfikir dengan cara apapun ia harus kembali berkuasa. Kedua, penguasa baru biasanya akan menumbang-rubuhkan bangunan yang diwariskannya dari penguasa lama. Apa yang sudah baik tidak dilanjutkan. Apa yang buruk, tidak jadi pelajaran. Di sini ada semangat tumpas kelor yang mematikan kesinambungan pembangunan.

Dalam konteks pemimpin yang visioner, jelas cara pandang mengelola pembangunan harus diubah. Pembangunan harus dimaknai sebagai isu manajemen. Yakni, bagaimana seorang pemimpin melakukan proses pembanguan yang berkeadilan dan berkesinambungan. Apapun alasannya, siapapun yang memerintah dan apapun tantangannya, isu utama seorang pemimpin bukan lagi struggle for power, melainkan bagaimana ia mengoptimalkan aset yang ada untuk menciptakan kesinambunagn kemajuan. Ini penting sekali, agar arah pembangunan dalam skala apapun tidak kehilangan visinya. Pemimpin yang visioner tidak boleh membuat rakyatnya galau, gelisah, lalu bertanya-tanya dengan hati gundah: mau dibawa kemana gerangan kami ini?

Mengapa kita perlu pemimpin yang visioner? Pemimpin yang mengelola pembangunan sebagai proses pembentukan nilai yang berkeadilan dan berkesinambungan, bukan hanya sekadar berkuasa untuk lima tahunan? Sederhana saja jawabannya, tanpa semua itu pemimpin akan gagal mengajak rakyatnya untuk bergerak untuk mengatasi carut-marut keadaan. Rakyat yang enggan diajak bergerak menjemput perubahan adalah pertanda gagalnya kepemimpinan. Di sana tidak muncul pemimpin berkarakter kuat, punya kredibilitas terjaga, sanggup menjadi inspirasi keteladanan dan mampu menumbuhkan harapan.

Dalam carut marut keadaan kita terus bermimpi datangnya pemimpin yang membawa perubahan. Tetapi apa boleh buat yang ada baru sekadar pemimpin yang pandai menjual mimpi-mimpi politik serta lihai dalam mencari simpati rakyat. Kita belum menenmukan pemimpin yang punya kerendahan hati, seperti Abu Bakar yang berkata menjelang pelantikan dirinya sebagai Pemimpin, Saya bukanlah yang terbaik di antara kalian, maka jika kalian ketahui saya benar, bantulah saya. Dan jika kalian ketahui saya menyeleweng, luruskan saya. Rakyat Manggarai Barat tentu berharap bahwa, Gong Pilkada yang akan di tabuh pada pertengahan tahun 2010 mendatang adalah momentum yang tepat untuk memilih pemimpin yang bermata jeli dan visioner. Semoga.

Tidak ada komentar: