Cari Blog Ini

Rabu, 30 Maret 2011

Ketika Pemimpin Bermodalkan Nekat dan Finansial

Persoalan kita kedepan adalah, tidak hanya bagaimana kita menang dalam pemilu legislatif pada 2014 mendatang, karena ia hanya bersifat teknis. Tapi yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana kita memimpin, dan ini lebih bersifat strategis. Kasus pemilukada 2010 kemarin, cukup memberikan kita pelajaran berharga, bahwa untuk memimpin tidak hanya bermodalkan nekat dan didukung finansial yang kuat. Nekat, memiliki finansial yang kuat adalah merupakan perangkat-perangkat kemenangan, tapi ia bukan merupakan satu-satunya. Masih banyak perangkat-perangkat lain yang mesti dimiliki oleh calon pemimpin umat.

Berbicara masalah pemimpin, tentu tidak terlepas dari berbicara mengenai kapasitas, kompetensi dan integritas. Kapasitas, kompetensi dan integritas inilah kemudian yang akan menjadi daya ungkit dukungan publik. Tentu ini adalah modal dasar seorang calon pemimpin yang akan memimpin umat Manggarai Barat. Setelah modal dasar ini dimiliki, barulah kemudian kita berbicara dan berdiskusi tentang bagaimana merekayasa kemenangan. Merekayasa kemenangan tentu tidak terlepas dari dilakukannya analisis SWOT. Sehingga dengan analisis SWOT kita akan dapat mengetahui, kelemehan-kelemahan kita, kekuatan-kekutan kita, tantangan-tantangan kita dan yang tak kalah pentingnya adalah peluang-peluang kemenangan kita. Setelah ini tuntas dilakukan, maka langkah berikutnya yang kita lakukan adalah merumuskan visi misi kemenangan.

Dalam hemat saya, Secara psikolgis kondisi kejiwaan ummat pada pemilukada kemarin nampaknya benar-benar belum siap. Ini bisa dan dapat dilihat dari respon umat ketika PKS dan PBB plus PDS mengusung paket perpaduan, Anton Bagul dan H. Asis. Respon-respon umat tentang paket perpaduan terlihat cukup variatif. Ada yang mengatakan belum saatnya umat Islam menjadi pemimpin di daerah ini, ada juga yang mengatakan paket perpaduan yang diusung memiliki masa lalu yang kelam atau cacat politik. Atau mungkin ada yang jauh lebih ekstrim mengatakan bahwa, Haji Abdul Asis belum memiliki kapasitas, kompetensi dan integritas sebagai modal dasar seorang calon pemimpin. Karena ia adalah kader karbitan, yang minim pengalaman dan miskin intelektual.

Kalau dilihat dari respon-respon umat tersebut diatas, sampailah kita pada hipotesa bahwa, umat Islam Manggarai Barat benar-benar belum memahami pentingnya kepemimpinan umat atau belum menyadari bahwa keterwakilan umat pada lembaga ekskutif adalah keniscayaan. Tapi, satu hal yang kita apresiasi kepada Haji Asis adalah bahwa, ia telah memulai peran sejarah itu. Dan ini akan berdampak besar pada konstalasi politik pada pemilukada-pemilukada mendatang.