Cari Blog Ini

Selasa, 27 Juli 2010

Memoar Dakwah di Daerah Minoritas (1)

Perjalanan itu sungguh melelahkan, ia adalah perjalanan dakwah yang amat menantang, perjalanan yang mebutuhkan tenaga ekstra. Jalan yang rusak dan berlubang. Di atas jalan yang parah itu pula, mereka dituntut untuk ekstra hati-hati, mensiasati jalan yang rusak dan berlubang, menerobos bebatuan yang amat besar.Kalau saja motor bisa bicara, mungkin ia menangis dan menyerah, dan tidak dapat melanjutkan pertualangan dakwah itu. Tidak hanya jalan yang rusak dan berlubang, perjalanan itupun melewati hutan belantara, sungai yang besar, dan tentu menerjang pendakian yang amat tinggi. Kalau saja tidak di dorong oleh rasa kegelisahan bersama, atas kondisi umat Islam di dearah itu, mungkin saja mereka sudah pasrah, dan memilih kembali untuk pulang.

Berangkat dari kegelisahan bersama itu lah mereka, memilih dakwah sebagai jalan hidupnya. Konsekuensi dari pilihannya pun, mereka sudah paham dan sadar bahwa, di depan mereka ada tantangan yang teramat berat. Tantangan itu, tidak hanya datang dari para misionaris, tetapi medan dakwah yang amat berat serta kondisi geografis yang kurang bersahabat pun, mereka sudah pikirkan. Mereka terus berpacu dengan para misionaris, yang gencar melakukan kristenisasi. Karya-karya besar para misionaris itu, kini sudah membuahkan hasil. Sedikit tidaknya banyak sudah yang beralih aqidah di daerah itu. Dan sebagiannya lagi sudah diambang pemurtadan. Yang kalau tidak di lakukan pembinaan lebih dini, bisa saja identitas keislaman mereka lenyap, jatuh dalam dekapan misionaris.

Kelelahan mereka lenyaplah sudah, ketika mereka melihat keceriaan anak-anak generasi Islam di daerah itu. Tatapan matanya seolah memberi isyarat, bahwa mereka ingin belajar tentang Islam, sebagaimana anak-anak yang lainnya. Senyum anak-anak itu teramat tulus, setulus hati mereka yang masih bersih. Pagi itu, Anak-anak itu begitu rapi, duduknya pun berjejer dan bershaf. Pakaian mereka pun, teramat rapi dan bersih. Karena pada pagi hari itu mereka akan di khitan dan di ajarkan syahadat. Hati kami yang hadir saat itu pun, menangis ketika melihat bacaan syahdat anak-anak itu terbata-bata, mengikuti bacaan ustadznya. Meskipun bacaan mereka terputus-putus, namun semangat meraka tetap menggelora.

Ini adalah realita, sebuah kondisi yang memang ril adanya. Ini lah yang terjadi ketika saya dan teman-teman Yayasan Al-Amin Watu Lendo Siru, melakukan Khitanan Massal, di Desa Lale Kecamatan Welak Kabupaten Manggarai Barat. Sebuah kondisi yang sungguh sangat memperihatinkan. Kini, mereka membutuhkan pembinaan yang intensif. Mereka membutuhkan bimbingan-bimbingan ke Islaman. Masih adakah da’i dan da’iyah yang siap berdakwah di daerah tersebut ?

Minggu, 25 Juli 2010

Harapan Besar Orang Tua, Akankah Kita Sia-siakan ?

Begitu besar harapan mereka, begitu kuat keinginan mereka, mereka manaruh harapan besar kepada anak-anak mereka, sekiranya masa depan anak-anak mereka lebih baik dari kondisi mereka saat ini. Mereka begitu semangat, semangatnya begitu menggelora, semangat itu terimplemetasi dalam karya-karya juang mereka. Mereka mendedikasikan seluruh kehidupan mereka untuk bekerja, membesarkan, serta mendidik anak-anak mereka agar menjadi baik. Untuk merealisasikan cita-cita besar itu, mereka berkarja tak mengenal kata lelah, mereka bekerja bersimbah keringat, mereka bekerja membanting tulang, agar kelak anak-anak mereka, sedikit tidaknya, harus lebih baik dari kehidupan mereka saat ini.

Dalam keheningan malam, mereka terlarut dalam sujud panjangnya, seraya terus berdo’a untuk anak-anak mereka, untuk kesehatan anak-anak mereka, yang tengah merantau di negeri orang untuk mencari secuil ilmu. Mereka rela bekerja apa saja, yang mungkin barangkali bagi kebanyakan orang pekerjaan yang mereka lakoni adalah pekerjaan yang rendah, dan bahkan mungkin hina. Namun hati mereka begitu teguh, seteguh keyakinan mereka akan kebesaran dan pertolongan Allah. Selama pekerjaan itu masih dalam koridor syariat, mereka akan tetap lakukan, meskipun taruhannya perasaan mereka yang terus di cibir oleh orang-orang disekitar mereka. mereka menelan pil pahit cobaan itu, hanya untuk membahagiakan anak-anak mereka, yang tengah berjuang dan bergulat, dengan pengetahuan di negeri rantauan.

Senyum mereka begitu tulus, setulus harapan mereka yang lahir dari hati dan jiwa yang bening. Mereka hanya tamat SMA, SLTP atau mungkin mereka, hanya mengenyam pendidikan setingkat SD atau bahkan putus SD. Namun semangatnya begitu kuat, untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga ke pendidikan yang lebih tinggi. Mereka tidak ingin anak-anaknya, hanya mendapatkan pendidikan hingga SMA. Mereka yakin dan sadar bahwa, warisan pendidikan jauh lebih berharga ketimbang harta.
Kami yakin dengan penuh kesdaran yang sungguh, kami tidak akan mampu membalas jasa baik mereka.

Mereka telah mengorbankan segala yang mereka miliki, untuk anak-anaknya. Mereka tidak menuntut banyak, jika kelak anak-anaknya sukses. Mereka malah berbangga manakala anak-anaknya, lebih baik dari kehidupan meraka. Ya Allah, begitu besar pengorbanan kedua orang tua kami, begitu besar perjuangan mereka. Mereka telah bersusuh payah, mendidik dan membesarkan kami, membiayai pendidikan kami. Ya Allah, kepadamu kami bersimpuh dan berharap, sekiranya Engkau memafkan kesalahan-kesalahan mereka, mengampuni segala dosa-dosa mereka, serta tempatkan mereka di surgu-Mu. Amin

Selasa, 20 Juli 2010

Bacalah, Niscaya Engkau akan Mengetahui

Membaca, mungkin bagi kebanyakan orang hanyalah aktifitas hambar tanpa manfaat. Ia mungkin di anggap, sebagai aktifitas yang jenuh dan membosankan. Atau barangkali banyak orang yang membaca, namu mereka tidak mendapatkan apa-apa dari yang mereka baca. Mereka membaca hanya sekedar penghantar tidur di malam hari. Atau mungkin ada di antara mereka yang enggan untuk membuka lembara-lemabaran buku, entah karena apa, mereka sepertinya, tidak memiliki semangat yang kuat, tekat yang membaja untuk melahap bahan-bahan bacaan. Kerap kali mereka membaca hanya sekedarnya saja, tak merampungkan bacaan sampai tuntas.

Apakah yang kita baca hanya buku ? membaca idelanya memang adalah, bukan hanya membaca buku. Masih banyak bahan-bahan bacaan lain yang mesti juga kita garap. Misalnya surat kabar atau koran, darinya kita dapat mengetahui perkembangan-perkembangan teraktual, dari dalam dan luar negeri. Bukankah ayat pertama kali yang diturunkan Allah adalah IQRO’ “Bacalah”. Sebetulnya ini adalah isyarat sejarah, yang memang mau tidak mau, suka ataupun tidak suka kita dianjurkan untuk membaca. Membaca dalam hal ini, tidak hanya membaca Al-Qur’an, buku, Koran, majalah. Tetapi juga kita di anjurkan untuk membaca lingkungan yang ada di sekitar kita, serta membaca perkembangan zaman

Membaca tidak hanya akan menambah pengetahuan kita, tapi ia juga akan membuat wawasan kita semakin bertambah, dan tentu ilmu kita juga semakin banyak. Pengetahuan yang kita dapat dengan cara membaca, akan sangat bermanfaat bagi kita.
Membangun tradisi membaca, bukanlah pekerjaan gampang, membangun kebiasaan membaca juga bukan pekerjaan mudah. Ia tidak hanya cukup dengan membeli buku-buku bermutu, ia juga tidak hanya cukup dengan membangun pustaka pribadi. Akan tetapi, ia bukan juga sebuah pekerjaan yang terlampaui sulit untuk dilakukan.

Yang di butuhkan bagi mereka yang mau dan yang suka membaca, hanyalah kemauan yang kuat, tekat yang membaja dan didorong oleh rasa keingintahuan, yang terus menggeloora dalam jiwa. dan inilah yang kita sebut dengan motivasi. Dan motivasi itu sendiri adalah keadaan dalam diri induvidu yang memunculkan, mengarahkan dan mempertahankan prilaku, atau dengan kata lain dorongan terhadap diri agar mau melakukan sesuatu. Dan pada saat yang sama, membangun kebiasaan membaca, harus di mulai dari kepribadian induvidu.

Pada mulanya, kita lah yang membentuk kebiasaan untuk membaca. Pada fase ini memaksakan diri untuk membaca adalah, sesuatu yang mutlak di lakukan. Kalau kebiasaan-kebiasaan itu sering dan terus di lakukan maka, pada gilirannya kebiasaan-kebiasaan itu, akan menjadi karakter atau prilaku. Jika kebiasaan-kebiasaan membaca sudah menjadi karakter, maka selanjutnya karakter membaca akan menjadi kebutuhan. Dan pada gilirannya, jika membaca sudah menjadi kebutuhan, maka kepribadian kita akan di tuntun oleh arah arus pemikiran kita, untuk membaca dan terus membaca.

Jumat, 16 Juli 2010

Islam dan Manggarai Barat

“Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan pada suatu kaum, maka tidak yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Allah (Q.S. ar-Ra’d : 11)

Kutipan ayat di atas adalah petunjuk wahyu dan merupakan warning dari Allah, yang di tunjukkan kepada umat Manusia, bahwa perubahan-perubahan besar yang sudah, sedang dan tengah kita upayakan tidak akan nampak dan kelihatan, manakala produktfitas kinerja kita, tidak menunjukkan adanya perubahan. Perubahan-perubahan besar yang menjadi cita-cita kita semua akan dapat terwujud manakala kita monorehkan karya-karya besar, kinerja-kinerja besar untuk sebuah perubahan-perubahan besar pula.

Islam dan Manggarai Barat adalah dua kata yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, keduanya merupakan dua sisi mata uang yang memang saling membutuhkan dan saling melengkapi. Islam adalah sistem serta prinsip hidup bagi umat Islam. Islam adalah aqidah dan ibadah, jihad dan politik, system hukum dan perundang-undangan. Sedangkan Manggarai Barat adalah tempat kita berpijak untuk melakukan berbagai aktivitas guna menunjang pengabdian kita kepada sang khaliq. Manggarai Barat adalah ladang amal untuk mengejewantahkan secara operasioanal seluruh ajaran Islam dalam bentuk ibadah. Dan ibadah itu sendiri adalah puncak ketundukan dan kepatuhan kita kepada Allah.

Kini, umat Islam Manggarai Barat dihadapkan banyak persoalan. Dan persoalan ini jika terus dibiarkan, ia akan menjadi kronis, dan kalau sudah mencapai puncaknya, maka cukup sulit dicarikan solusinya. kita akan segera beranjak dari lilitan persoalan itu, manakala kita saling bahu-membahu, kita bergandengan tangan, dengan meneriakan satu kata “persatuan ummat”. Dan persatuan ummat ini akan dapat terrealisasi, jika kita memiliki cara pandang yang sama, cara sikap yang sama dalam memandang berbagai persoalan umat. Kita tidak akan pernah keluar dari kungkungan persoalan, manakala semangat kebersamaan tidak pernah kita pupuk dan ditumbuh-suburkan, serta semangat persaudaraan tidak pernah kita bina.

Jika dalam jiwa dan hati kita, tertanam rasa persaudaraan yang di bangun diatas landansan aqidah yang benar. Jika kita memiliki cara pandang yang sama untuk memecahakan batu besar persoalan yang menimpa umat Islam Manggarai Barat. Dan jika kita sudah keluar dari ego pribadi, serta mencoba keluar, dan lari menuju lapangan dengan memekikkan kata “persatuan umat”. Maka, langkah selanjutnya adalah, kita juga harus menyiapkan sumber daya yang mumpuni. Sebab, kalau semangat kebersamaan saja yang kita bangun, sementara kita tidak memiliki kader potensial yang merupakan representative ke-inetelektualan umat, untuk memperjuangkan aspirasi umat, maka perjuangan kita akan pincang dan sudah barang tentu pengorbanan kita untuk menyatukan cara pandang umat Islam akan sia-sia.

Adanya ketimpangan pembangunan yang terjadi didaerah ini, merupakan isyarat belum adanya keterwakilan umat Islam yang benar-benar representative yang mampu mengawal kebijakan agar berpihak kepada kepentingan umat. Sudah saatnya kita berkaca pada realita, sudah saatnya kita merapatkan shaf merapikan barisan guna merumuskan langkah-langkah strategis, dalam rangka mencari solusi yang konstruktif atas berbagai persoalan yang melilit Umat Islam Manggarai Barat. Dan bukankah Allah telah mengisyaratkan kepada kita bahwa persatuan umat adalah kemestian yang harus terus kita jaga. Dan berpegang teguhlah kamu kepada tali Agama Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai (Q.S. al-Imran : 104)

Sabtu, 10 Juli 2010

Modal Dakwah di Daerah Minoritas

Ada begitu banyak hasrat terlintas dan yang berkecamuk dalam alam pikiran, ada begitu banyak harapan kemauan yang terbentang didepan mata. Sebuah harapan yang maha dahsyat, akan perubahan yang di harapkan. Perubhan yang didambakan tentu adanya perubahan cara berpikir dalam memandang dakwah, perubahan cara berpikir dalam menganalisa, merencanakan serta merealisasikan agenda-agenda kerja dakwah, serta menata dan mendesain organisasi yang lebih professional. Tapi, perubahan besar yang diharpakan dan menjadi dambaan semua kader dakwah adalah, adanya perubahan dan penguatan ruhiyah, adanya peningkatan iman untuk terus mendekatkan diri kepada sang khaliq.

Energi Ruhiyah dan Energi Fikriyah merupakan hal asasi yang harus dan di miliki kader dakwah, untuk mengkomunikasikan dengan hikmah nilai-nilai kebenaran Islam, guna memahamkan kebenaran-kebenaran ajaran yang di sampaikan Rasulullah, dalam kerangka membentuk kepribadian muslim dengan mengoptimalkan segala potensi yang di miliki untuk kepentingan Islam.

Harapan-harapan besar ini akan dapat terwujud dan terrealisasi, manakala tradisi-tradisi syuro dan Tarbiyah yang di bangun dalam organisasi dakwah harus hidup, harus terus ditumbuh suburkan, harus terus di rawat dan di jaga dengan mengedepankan asas ukhuwah Islamiyah. Tantangan dakwah yang kita hadapi di Manggarai Barat tentu tidak mudah, selain kondisi geografis yang sangat menantang, kita juga di hadapkan pada pemahaman masyarakat yang masih minim terhadap Islam. Dan pada saat yang sama, tantangan yang kita hadapi juga, adalah tidak terkonsentrasinya umat Islam pada satu tempat dan satu titik, tapi mereka menyebar ke pelosok-pelosok.

Kondisi geografis yang luas dan terpencarnya masyarakat Muslim, menyebabkan kekuatan jasadiyah atau sehat jasmani juga mutlak di butuhkan bagi kader dakwah di daerah minoritas. Naik turun gunung, menerobos hutan rimba raya, lembah lereng kita lewati, dengan kondisi infrastruktur jalan yang rusak parah tentu membutuhkan fisik yang kuat. Kondisi ini membuat kita harus terus menguras energi energy iman, energy berpikir, dan energy fisik dalam mendesain dan merealisasikan dakwah yang dapat menyentuh lerung hati masyarakat.

Modal Dakwah di Daerah Minoritas

Ada begitu banyak hasrat terlintas dan yang berkecamuk dalam alam pikiran, ada begitu banyak harapan kemauan yang terbentang didepan mata. Sebuah harapan yang maha dahsyat, akan perubahan yang di harapkan. Perubhan yang didambakan tentu adanya perubahan cara berpikir dalam memandang dakwah, perubahan cara berpikir dalam menganalisa, merencanakan serta merealisasikan agenda-agenda kerja dakwah, serta menata dan mendesain organisasi yang lebih professional. Tapi, perubahan besar yang diharpakan dan menjadi dambaan semua kader dakwah adalah, adanya perubahan dan penguatan ruhiyah, adanya peningkatan iman untuk terus mendekatkan diri kepada sang khaliq.

Energi Ruhiyah dan Energi Fikriyah merupakan hal asasi yang harus dan di miliki kader dakwah, untuk mengkomunikasikan dengan hikmah nilai-nilai kebenaran Islam, guna memahamkan kebenaran-kebenaran ajaran yang di sampaikan Rasulullah, dalam kerangka membentuk kepribadian muslim dengan mengoptimalkan segala potensi yang di miliki untuk kepentingan Islam.

Harapan-harapan besar ini akan dapat terwujud dan terrealisasi, manakala tradisi-tradisi syuro dan Tarbiyah yang di bangun dalam organisasi dakwah harus hidup, harus terus ditumbuh suburkan, harus terus di rawat dan di jaga dengan mengedepankan asas ukhuwah Islamiyah. Tantangan dakwah yang kita hadapi di Manggarai Barat tentu tidak mudah, selain kondisi geografis yang sangat menantang, kita juga di hadapkan pada pemahaman masyarakat yang masih minim terhadap Islam. Dan pada saat yang sama, tantangan yang kita hadapi juga, adalah tidak terkonsentrasinya umat Islam pada satu tempat dan satu titik, tapi mereka menyebar ke pelosok-pelosok.

Kondisi geografis yang luas dan terpencarnya masyarakat Muslim, menyebabkan kekuatan jasadiyah atau sehat jasmani juga mutlak di butuhkan bagi kader dakwah di daerah minoritas. Naik turun gunung, menerobos hutan rimba raya, lembah lereng kita lewati, dengan kondisi infrastruktur jalan yang rusak parah tentu membutuhkan fisik yang kuat. Kondisi ini membuat kita harus terus menguras energi energy iman, energy berpikir, dan energy fisik dalam mendesain dan merealisasikan dakwah yang dapat menyentuh lerung hati masyarakat.

Kamis, 01 Juli 2010

Keterbukaan PKS Perspektif Manggarai Barat

Gelombang keterbukaan itu sudah mulai pecah, tabir-tabir penghalang keterbukaan sudah mulai kelihatan dan nampak. Beduk keterbukaan itu sudah mulai di tabuh. Asumsi-asmsi inclusive terhadap (harokah Islamiyah) gerakan Islam yang berbasis politik, sudah agak mulai runtuh. Gelombang keterbukaan begitu mengalir deras, seolah pandangan negative para pengamat terhadap gerakan Islam, yang menjadikan politik sebagai salah satu alat perjuangannya, nampaknya tidak memiliki nilai bobot yang maksimum.

Rekomendasi MUNAS II PKS yang menjadikan partai anak-anak muda, menjadi partai terbuka, seolah memberikan angin sejuk bagi masyarakat luas, untuk bisa bergabung dan berjuang bersama PKS. Nampaknya signal keterbukaan itu, meruntuhkan pola kaderisasi PKS yang selama ini berjalan cukup sistematis. Di sisi lain cukup kesulitan bagi kader-kader PKS, untuk membahasakan kembali kata “keterbukaan” tersebut kepada masyarakat umum. Pandangan ini tentu, cukup dilematis bagi kader-kader PKS di NTT, khusunya Manggarai Barat. Karena selama ini, sebelum biola keterbukaan itu di petik, ada begitu banyak masyarakat yang antre untuk ingin menjadi caleg dan pengurus PKS di Manggarai Barat, dengan tanpa melalui proses kaderisasi yang memadai.

Signal keterbukaan itu, tidak hanya memberikan berkah bagi masyarakat luas, akan tetapi signal itu juga dapat di tangkap oleh kalangan non muslim. Hasrat kemauannya untuk bergabung dengan PKS, selama ini mungkin terhambat, karena memang keran itu belum di buka. Namun demikian, kini bola keterbukaan sudah di depan mereka. Ingin rasanya mereka memiliki dan menggiring bersama-sama bola keterbukaan itu.
Ketertarikan mereka terhadap PKS, mungkin saja Partai Dakwah ini cukup bersih dari korupsi, lebih peduli terhadap persoalan masyarakat, karena memang itulah yang di contohkan para politisi PKS. Keinginan masyarakat umum dan kalangan non muslim tersebut, tentu saja kita menyambutnya dengan baik, karena itu adalah indicator bahwa PKS sudah dapat diterima masyarakat luas. Tetapi pada saat yang sama, ada semacam kegelisahan berpikir bagi kader-kader PKS yang sudah lama membangun dan membesarkan partai. Kegelisahan ini semestinya, harus di jawab dengan kompetensi multi talenta oleh kader-kader PKS.

Tidak hanya berhenti disitu, kepiawaian membahasakan kembali kata “keterbukaan” kepada masyarakat luas harus di miliki oleh mereka yang mengaku kader-kader PKS. Idealnya memang adalah, PKS harus mampu menyiapkan instrument untuk memberikan batasan-batasan keterbukaan, kepada masyarakat umum dan kalangan non muslim, yang mau dan berkeinginan bergabung dengan PKS. Kalau ini tidak dilakukan, bisa saja terjadi benturan-benturan pemahaman akan terjadi, dan benturan-benturan itu akan berimbas besar terhadap eksistensi PKS di Manggarai Barat.