Cari Blog Ini

Selasa, 08 Februari 2011

Peran Intelektual Tokoh Islam Perantauan MABAR

Membangun daerah dan umat tidak mesti harus berada di daerah atau bahkan berada di tengah-tengah ummat. Ia juga bisa di lakukan oleh tokoh-tokoh ummat yang kini berada di perantuan. Peran-peran intelektual mereka, pemikiran-pemikiran mereka sangat di harapkan oleh umat di daerah. Ada begitu banyak tokoh-tokoh Islam potensial Manggarai Barat yang kini tengah berada di perantuan yang belum dimaksimalkan kontribusinya untuk membangun umat di daerah. Lemahnya peran-peran tokoh perantuan untuk membangun umat disebabkan adanya sumbatan komunikasi antara mereka dengan tokoh-tokoh Islam yang ada didaerah. Disconecting komunikasi ini lebih disebabkan karena adanya ego pribadi dan ego sektoral dari tokoh-tokoh yang ada didaerah. Dan ego pribadi dan ego sektoral ini dalam pandangan saya disebabkan lemahanya ukhuwah dan silaturahim antara tokoh-tokoh tersebut.

Dalam konteks politik juga misalnya, nyaris tidak adanya komunikasi yang intensif antara tokoh-tokoh perantuan dengan partai-partai Islam yang ada di daerah. Kalaupun ada, itu hanya di lakukan menjelang pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. Padahal idelanya komunikasi yang dibangun adalah bukan bersifat temporal dan sesaat, tapi ia lebih bersifat permanen dan berkesinambungan. Kondisi inilah yang menyebabkan lemahnya sharing ide-ide, sharing gagasan-gagasan, dan sharing langkah-langkah strategis dan teknis untuk menginventarisir persoalan umat untuk kemudian di carikan langkah-langkah solutif yang konstruktif.

Cita-cita besar untuk menghantarkan kader muslim untuk duduk di kursi legislatif dan ekskutif di daerah akan menjadi diskusi kusir, perbincangan sia-sia dan dan tak bermanfaat, jika tokoh perantauan, tokoh masyarakat di daerah dan partai islam sebagai kendaraaan politik tidak pernah melakukan sharing ide-ide, sharing gagasan-gagasan dan sharing pengetahuan untuk membangun ummat. Saya, dan semua kita tentu berharap bahwa tiga simpul kekuatan ummat tersebut dari sekarang harus membangun komunikasi yang intesif dan berkelanjutan.

Kalau sudah ada kesamaan pandangan, persamaan persepsi dalam memandang persoalan umat dari tokoh perantau, tokoh yang ada daerah dan partai Islam. Maka langkah selanjutnya yang mesti di lakukan adalah mensosialisasikan kesamaan pandangan, persamaan persepsi tersebut kepada umat. Dan sarana yang paling efektif yang diharapkan untuk mensosialisasikannya adalah peran-peran lembaga-lembaga Islam, seperti MUI, LPTQ, ormas-ormas Islam dan seterusnya. Dan kalau tokoh-tokoh umat dan partai Islam sudah duduk bersama dan seia sekata, maka yakinlah bahwa umat pada tataran grass root hanya mengamininya saja. Dan ini lah yang kita katakan perubahan dengan pola pendekatan top-down.

Rabu, 02 Februari 2011

Motivasi Mereka Menjadi Aleg

Menjadi Anggota Legislatif (Aleg) nampaknya menjadi dambaan semua orang. Karena begitu banyak fasilitas negera yang diberikan kepadanya. Sehingga tidak heran, ada ratusan bahkan ribuan orang calon orang-orang terhormat tersebut mendaftar pada setiap pemilihan umum. Merekapun hadir dalam pentas kompetisi setiap pemilihan umum dengan disiplin ilmu dan latar belakang pengetahuan yang berbeda-beda. Dan dari setiap mereka memiliki motivasi yang bervariasi, ada motivasinya ingin menjadi orang terhormat, ingin dikenal orang, menjadi figur publik. Ada juga yang motivasinya untuk mengumpulkan harta sebanyak mungkin, memperkaya diri, keluarga dan orang-orang terdekatnya.

Saya mempunyai keyakinan yang cukup kuat bahwa, pada saat yang sama masih ada juga orang yang memiliki niat yang baik, komitmen yang luhur untuk menjadi Aleg. Bagi mereka menjadi Aleg adalah tugas mulia dan amanah rakyat yang tidak hanya di pertanggung jawabkan kehadapan rakyat, tapi ia juga akan di pertanggung jawabkan di hadapan Allah. Orang-orang seperti inilah yang memahami betul apa tugas dan fungsinya sebagai Aleg ketika kelak mereka terpilih.

Ini adalah cerita tentang mereka-meraka yang ingin menjadi Aleg atau cerita mereka-mereka yang belum menduduki kursi panas. Bagi mereka-mereka yang motivasinya harta dan kekuasaan tentu sudah layu sebelum layar terkembang. Dan bisa ditebak, kelak ketika mereka menjadi orang terhormat tidak akan pernah memikirkan rakyat. Tapi bagi mereka yang niatnya baik dan benar, tentu idealita intelektulanya belum teruji menyapa masyarakat dengan realitas intelektualnya. Bisa saja idealismenya tegar bagai karang yang tak terpecahkan gelombang. Atau bisa saja idealismenya terhempas gelombang harta dan kekuasaan.

Lalu bagaimana dengan Aleg kita sekarang, khusunya kader-kader Muslim yang kini diamanahi menjadi Aleg. Akankah mereka terus memperjuangakn kepentingan umat ?. Akankah idealismenya mengakar kuat dalam detak nafas perjuangan mereka ? Ataukah idealisme mereka tenggelam ditelan harta dan kekuasaan. Saya, dan kita semua tentu berharap dan menaruh harapan besar kepada meraka agar mereka terus menyuarakan aspirasi umat, meskipun tantangan yang mereka hadapi teramat berat. Teriring doa kita terus lantunkan, kiranya idealisme mereka tidak luntur lantaran tergoda harta, tahta apa lagi wanita.