Itu hanya eksperimen politik. Atau mungkin yang sedikit lebih ekstrim, mereka terlalu berani untuk mengusung paket perpaduan. Atau mungkin mereka bicara, bahwa figur Muslim yang di usung, belum merupakan represntatif perwakilan umat Islam. H. Abdul Asis belum di kenal banyak kalangan , atau sumber daya H. Abdul Asis, masih standar di bawah rata-rata. Atau bisa saja mereka mengatakan, Anton Bagul salah memilih orang, atau juga sebaliknya, Anton Bagul lah penyebab kekalahan itu, karena ia adalah tokoh yang banyak cacatnya. Sedertan ungkapan ini menjadi wacana public, ketika Paket DAMAI gagal melaju ke tahta kekuasaan pada pemilukada kemarin.
Namun, ceritanya mungkin berbeda, ketika paket DAMAI, mendapatkan legitimasi rakyat, untuk duduk di tampuk kekuasaan. Orang-orang mungkin berkata, memang sekaranglah saatnya kita memimpin, sekaranglah saat yang tepat bagi kader Muslim untuk menjadi bagian dari pengambil kebijakan dalam pembangunan Manggarai Barat. Atau sekaranglah saatnya, daerah ini di pimpin oleh dua komunitas besar, Islam dan Katolik, pesisir kepulauan dan daratan pedalaman.
tulah logika politik kekuasaan, ketika ia menang dalam bertarung, ia di puji dan di hargai. Ia di agung-agungkan dan di hormati. Tapi, ketika ia kalah dalam komptesi, ia di hujat dan di marginalkan. Paket DAMAI memang sudah kalah, tapi satu hal pasti bahwa, secara psikologis, nilai tawar umat islam, sudah mulai di bangun dan di perhitungkan di mata politisi-politisi lain. Politisi-politisi lain akan berpikir panjang dalam kompetesi 2015 mendatang.
Setidaknya Paket DAMAI sudah meletakkan fondasi perpaduan, perpaduan antara dua komunitas besar Islam dan katolik. H. Abdul Asis, telah menancapkan akar bangunan sejarah perpolitikan Islam Manggarai Barat. Ia sudah menunaikan tugas-tugas sejarahnya, dialah peletak dasar paket perpaduan di Manggarai Barat. Dan ia akan tetap terrekam dan di catat sejarah, sebagai orang yang berani tampil sebagai aktor sejarah. Lalu bagaimana dengan kita ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar