Perjalanan itu sungguh melelahkan, ia adalah perjalanan dakwah yang amat menantang, perjalanan yang mebutuhkan tenaga ekstra. Jalan yang rusak dan berlubang. Di atas jalan yang parah itu pula, mereka dituntut untuk ekstra hati-hati, mensiasati jalan yang rusak dan berlubang, menerobos bebatuan yang amat besar.Kalau saja motor bisa bicara, mungkin ia menangis dan menyerah, dan tidak dapat melanjutkan pertualangan dakwah itu. Tidak hanya jalan yang rusak dan berlubang, perjalanan itupun melewati hutan belantara, sungai yang besar, dan tentu menerjang pendakian yang amat tinggi. Kalau saja tidak di dorong oleh rasa kegelisahan bersama, atas kondisi umat Islam di dearah itu, mungkin saja mereka sudah pasrah, dan memilih kembali untuk pulang.
Berangkat dari kegelisahan bersama itu lah mereka, memilih dakwah sebagai jalan hidupnya. Konsekuensi dari pilihannya pun, mereka sudah paham dan sadar bahwa, di depan mereka ada tantangan yang teramat berat. Tantangan itu, tidak hanya datang dari para misionaris, tetapi medan dakwah yang amat berat serta kondisi geografis yang kurang bersahabat pun, mereka sudah pikirkan. Mereka terus berpacu dengan para misionaris, yang gencar melakukan kristenisasi. Karya-karya besar para misionaris itu, kini sudah membuahkan hasil. Sedikit tidaknya banyak sudah yang beralih aqidah di daerah itu. Dan sebagiannya lagi sudah diambang pemurtadan. Yang kalau tidak di lakukan pembinaan lebih dini, bisa saja identitas keislaman mereka lenyap, jatuh dalam dekapan misionaris.
Kelelahan mereka lenyaplah sudah, ketika mereka melihat keceriaan anak-anak generasi Islam di daerah itu. Tatapan matanya seolah memberi isyarat, bahwa mereka ingin belajar tentang Islam, sebagaimana anak-anak yang lainnya. Senyum anak-anak itu teramat tulus, setulus hati mereka yang masih bersih. Pagi itu, Anak-anak itu begitu rapi, duduknya pun berjejer dan bershaf. Pakaian mereka pun, teramat rapi dan bersih. Karena pada pagi hari itu mereka akan di khitan dan di ajarkan syahadat. Hati kami yang hadir saat itu pun, menangis ketika melihat bacaan syahdat anak-anak itu terbata-bata, mengikuti bacaan ustadznya. Meskipun bacaan mereka terputus-putus, namun semangat meraka tetap menggelora.
Ini adalah realita, sebuah kondisi yang memang ril adanya. Ini lah yang terjadi ketika saya dan teman-teman Yayasan Al-Amin Watu Lendo Siru, melakukan Khitanan Massal, di Desa Lale Kecamatan Welak Kabupaten Manggarai Barat. Sebuah kondisi yang sungguh sangat memperihatinkan. Kini, mereka membutuhkan pembinaan yang intensif. Mereka membutuhkan bimbingan-bimbingan ke Islaman. Masih adakah da’i dan da’iyah yang siap berdakwah di daerah tersebut ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar