Gelombang keterbukaan itu sudah mulai pecah, tabir-tabir penghalang keterbukaan sudah mulai kelihatan dan nampak. Beduk keterbukaan itu sudah mulai di tabuh. Asumsi-asmsi inclusive terhadap (harokah Islamiyah) gerakan Islam yang berbasis politik, sudah agak mulai runtuh. Gelombang keterbukaan begitu mengalir deras, seolah pandangan negative para pengamat terhadap gerakan Islam, yang menjadikan politik sebagai salah satu alat perjuangannya, nampaknya tidak memiliki nilai bobot yang maksimum.
Rekomendasi MUNAS II PKS yang menjadikan partai anak-anak muda, menjadi partai terbuka, seolah memberikan angin sejuk bagi masyarakat luas, untuk bisa bergabung dan berjuang bersama PKS. Nampaknya signal keterbukaan itu, meruntuhkan pola kaderisasi PKS yang selama ini berjalan cukup sistematis. Di sisi lain cukup kesulitan bagi kader-kader PKS, untuk membahasakan kembali kata “keterbukaan” tersebut kepada masyarakat umum. Pandangan ini tentu, cukup dilematis bagi kader-kader PKS di NTT, khusunya Manggarai Barat. Karena selama ini, sebelum biola keterbukaan itu di petik, ada begitu banyak masyarakat yang antre untuk ingin menjadi caleg dan pengurus PKS di Manggarai Barat, dengan tanpa melalui proses kaderisasi yang memadai.
Signal keterbukaan itu, tidak hanya memberikan berkah bagi masyarakat luas, akan tetapi signal itu juga dapat di tangkap oleh kalangan non muslim. Hasrat kemauannya untuk bergabung dengan PKS, selama ini mungkin terhambat, karena memang keran itu belum di buka. Namun demikian, kini bola keterbukaan sudah di depan mereka. Ingin rasanya mereka memiliki dan menggiring bersama-sama bola keterbukaan itu.
Ketertarikan mereka terhadap PKS, mungkin saja Partai Dakwah ini cukup bersih dari korupsi, lebih peduli terhadap persoalan masyarakat, karena memang itulah yang di contohkan para politisi PKS. Keinginan masyarakat umum dan kalangan non muslim tersebut, tentu saja kita menyambutnya dengan baik, karena itu adalah indicator bahwa PKS sudah dapat diterima masyarakat luas. Tetapi pada saat yang sama, ada semacam kegelisahan berpikir bagi kader-kader PKS yang sudah lama membangun dan membesarkan partai. Kegelisahan ini semestinya, harus di jawab dengan kompetensi multi talenta oleh kader-kader PKS.
Tidak hanya berhenti disitu, kepiawaian membahasakan kembali kata “keterbukaan” kepada masyarakat luas harus di miliki oleh mereka yang mengaku kader-kader PKS. Idealnya memang adalah, PKS harus mampu menyiapkan instrument untuk memberikan batasan-batasan keterbukaan, kepada masyarakat umum dan kalangan non muslim, yang mau dan berkeinginan bergabung dengan PKS. Kalau ini tidak dilakukan, bisa saja terjadi benturan-benturan pemahaman akan terjadi, dan benturan-benturan itu akan berimbas besar terhadap eksistensi PKS di Manggarai Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar