Jendral besar Sudirman adalah orang yang tepat dan layak untuk di sebut pahlawan, sehingga tidak salah kalau bangsa ini menyematkan pahlawan baginya. Kepemimpinanya yang integratif, membuatnya di senangi kawan di segani lawan. Ia sangat bersahaja dan juga rendah hati. Ia adalah konseptor cerdas, motivator sejati, dan juga juga ekskutor ulung. Setidaknya dalam hemat saya, inilah yang membuat kepemimpinannya kuat. Di tengah kondisi fisiknya yang lemah, Ia tetap lantang bersuara di medan pertempuran meski harus keluar masuk hutan belantara, dan juga tetap bersuara tegas di meja perundingan.
kita tentu berharap bahwa tipe pemimpin, seperti jendral besar Sudirman, hadir di Manggarai Barat. Pemimpin yang tidak hanya memiliki gagasan-gagasan yang cemarlang, tapi juga ia mampu mengawal gagasan-gagasannya. Dan pada saat yang sama, ia juga mampu mengekskusi gagasan-gagasannya dalam realitas kehidupan. Layaknya Jendreal besar Sudirman, ia tidak hanya ahli strategi perang, tapi ia juga harus naik turun gunung untuk bertempur melawan penjajah. Pekerjaan-pekerjaan besar itulah yang membuat namanya besar.
Kredibiltas seorang pemimpin setidaknya dapat di ukur dari adanya keselarasan kata dan perbuatan. Kualitas seorang pemimpin juga dapat di lihat sejauh mana ia mampu mengekskusi ide dan gagasannya dalam realitas kehidupan. Kita tidak dapat berharap banyak dari tipe pemimpin yang pandai berbicara namun gagap dalam bertindak. Pemimpin yang didambakan sebetulnya adalah pemimpin yang memiliki visi kuat dan kemauan keras untuk mengawal dan mengekskusi gagasan-gagasannya. Sehebat apapun gagasan kalau tidak dikawal dan diekskusi, gagasan itu akan menjadi liar dan sia-sia. Dan kalau gagasan sudah liar, ia akan menjadi senjata makan tuan. Karena tidak sejalanya gagasan dengan perbuatan. Kalau dalam konteks politik ia tidak akan di percaya rakyat dan tentu tidak akan di pilih lagi dalam pemilu.
Kita semua mempunyai peluang yang sama untuk menjadi pemimpin besar. Yang terpenting dari itu adalah, kita harus mampu menghadirkan inovasi –inovasi ide, gagasan-gagasan kuat, konsep-konsep jenius. Tidak hanya sampai di sini, kitapun harus mampu mengawal dan mengekskusi ide-ide, gagasan-gagasan dan konsep-konsep itu, sehingga bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
sumardi ata siru
..... Pahlawan bukanlah orang suci dari langit yang diturunkan kebumi untuk menyelesaikan persoalan manusia dengan mukjizat, secepat kilat untuk kemudian kembali kelangit. Pahlawan adalah orang biasa yang melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, dalam sunyi yang panjang, sampai waktu mereka habis .....(anis matta)
Cari Blog Ini
Sabtu, 02 Juli 2011
Senin, 13 Juni 2011
Advokasi Anggaran Untuk Rakyat
Semua kita tentu memahami bahwa fungsi DPR atau DPRD dalam konteks Daerah adalah pertama fungsi legislasi, fungsi ini terimplementasi dalam membuat Peraturan Daerah. Kedua adalah fungsi anggaran, fungsi ini terimplementasi dalam menyusun dan menetapkan APBD. Dan yang ketiga adalah fungsi pengawasan, fungsi ini teraktualisasi dalam pengawasan terhadap, Peraturan Daerah, Keputusan Kepala yang telah ditetapkan oleh kepala Daerah.
Sepintas kita melihat fungsi DPRD diatas sungguh luar biasa, yang kalau saja fungsi-fungsi itu di berjalan dengan baik pasti akan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat. Pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana dengan DPRD kita, khususnya Syakar A. Jangku, M.Si, Rusding,SE, dan H. Abdul Azis, S.Sos ?. Apakah mereka sudah menyerap aspiasi masyarakat, untuk kemdian di perjuangkan di Dewan ? Dan Seberapa besar alokasi anggaran yang mereka perjuangkan untuk kepentingan masyarakat ?. Terlalu subjektif kalau saya menjawab pertanyaan ini, saya yakin bahwa umat dan masyarakat Manggarai Barat mempunyai jawaban tersendiri atas pertanyaan di atas.
Dalam hemat saya, mengadvokasi anggaran untuk kepentingan masyarakat tidak hanya sebatas di forum sidang.Tapi ia di sosialisasikan, kemudian di kawal, diperjuangkan agar anggaran itu benar-benar di rasakan masyarakat. Tidak hanya sampai disitu, masyarakat juga di pahamkan cara-cara teknis untuk mengakses anggaran. Dan untuk kepentingan sosialisasi, semestinya dewan harus turun menyapa masyarakat lebih dekat. Masyarakat pasti menanti-nanti kehadiran mereka. Semestinya aleg kita menyadari juga bahwa, keberadaan mereka di Dewan merupakan representasi dari umat Islam Manggarai Barat. Baik buruknya kinerja mereka di Dewan itu akan berpengaruh besar terhadap umat dan masyarakat Manggarai Barat pada umumnya.
Sepintas kita melihat fungsi DPRD diatas sungguh luar biasa, yang kalau saja fungsi-fungsi itu di berjalan dengan baik pasti akan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat. Pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana dengan DPRD kita, khususnya Syakar A. Jangku, M.Si, Rusding,SE, dan H. Abdul Azis, S.Sos ?. Apakah mereka sudah menyerap aspiasi masyarakat, untuk kemdian di perjuangkan di Dewan ? Dan Seberapa besar alokasi anggaran yang mereka perjuangkan untuk kepentingan masyarakat ?. Terlalu subjektif kalau saya menjawab pertanyaan ini, saya yakin bahwa umat dan masyarakat Manggarai Barat mempunyai jawaban tersendiri atas pertanyaan di atas.
Dalam hemat saya, mengadvokasi anggaran untuk kepentingan masyarakat tidak hanya sebatas di forum sidang.Tapi ia di sosialisasikan, kemudian di kawal, diperjuangkan agar anggaran itu benar-benar di rasakan masyarakat. Tidak hanya sampai disitu, masyarakat juga di pahamkan cara-cara teknis untuk mengakses anggaran. Dan untuk kepentingan sosialisasi, semestinya dewan harus turun menyapa masyarakat lebih dekat. Masyarakat pasti menanti-nanti kehadiran mereka. Semestinya aleg kita menyadari juga bahwa, keberadaan mereka di Dewan merupakan representasi dari umat Islam Manggarai Barat. Baik buruknya kinerja mereka di Dewan itu akan berpengaruh besar terhadap umat dan masyarakat Manggarai Barat pada umumnya.
Sabtu, 07 Mei 2011
Menang adalah Jembatan Untuk Memimpin
Harapan adalah sebuah cita-cita akan masa depan atau semacam impian yang ingin hendak diraih. Sementara kemenangan adalah sebuah rangkaian proses dari harapan yang ingin digapai. Umat Islam Manggarai Barat tentu memiliki harapan-harapan yang ingin digapai masa depan. Harapan-harapan itu adalah harapan-harapan kemenangan
dan memimpin.
Pemilu 2009 kemarin adalah isyarat awal kemenangan, bahwa umat Islam telah mampu menghantarkan tiga kader terbaiknya untuk duduk di kursi legislatif. Meskipun angka tiga kursi itu adalah angka minimalis, yang bisa saja pada pemilu 2014 mendatang mengalami lompatan-lompatan besar, sehingga kader-kader Islam yang duduk dikursi legislatif pada pemilu mendatang mencapai satu fraksi. Satu fraksi adalah angka yang aman dan teramat berwibawa untuk umat Islam Manggarai Barat. Dan dengan satu fraksi ini pula umat Islam Manggarai Barat akan dapat mengusung sendiri pakat pada pemilukada 2015 mendatang. Sehingga Syndrom inferioritas yang kerap di alami umat Islam selama ini, akan hilang dengan sendirinya.
Persoalanya kemudian adalah bagaimana kita menang dalam pemilu legislatif hingga mencapai satu fraksi. Karana menang adalah jembatan untuk memimpin. Menurut Anis Matta, kemenangan adalah pertemuan antara harapan-harapan kita dengan kehendak Allah, atau dengan kata lain takdir kemenangan bukanlah menyerah tanpa usaha. Akan tetapi, takdir kemenangan itu harus terus di kawal. Ini artinya bahwa, ada teritorial-teritorial yang menjadi tugas kita umat islam Manggarai Barat untuk meraih kemenangan. Dan inilah yang kita katakan dengan usaha atau ikhtiar. Dan ada juga wilayah-wilayah yang merupakan hak tunggalnya Allah untuk menentukan kemenangan. Idealnya memang adalah setelah usaha-usaha kemenangan kita maksimalkan, maka selanjutnya adalah taqarub ilallah. Menyerahkan sepenuhnya kepada Allah.
Jika kita menang dalam pemilu legislatif 2014 dan mencapai satu fraksi. Dan dengan kemenangan itu kemudian kita bisa mengusung paket sendiri pada pemilukada 2015 mendatang. Lalu endingnya adalah kita menang dan memimpin. Inilah yang saya katakan kemenangan adalah jalan untuk memimpin. Dan inilah cita-cita besar atau harapan besar umat Islam Manggarai Barat yang hendak di gapai pada masa mendatang.
dan memimpin.
Pemilu 2009 kemarin adalah isyarat awal kemenangan, bahwa umat Islam telah mampu menghantarkan tiga kader terbaiknya untuk duduk di kursi legislatif. Meskipun angka tiga kursi itu adalah angka minimalis, yang bisa saja pada pemilu 2014 mendatang mengalami lompatan-lompatan besar, sehingga kader-kader Islam yang duduk dikursi legislatif pada pemilu mendatang mencapai satu fraksi. Satu fraksi adalah angka yang aman dan teramat berwibawa untuk umat Islam Manggarai Barat. Dan dengan satu fraksi ini pula umat Islam Manggarai Barat akan dapat mengusung sendiri pakat pada pemilukada 2015 mendatang. Sehingga Syndrom inferioritas yang kerap di alami umat Islam selama ini, akan hilang dengan sendirinya.
Persoalanya kemudian adalah bagaimana kita menang dalam pemilu legislatif hingga mencapai satu fraksi. Karana menang adalah jembatan untuk memimpin. Menurut Anis Matta, kemenangan adalah pertemuan antara harapan-harapan kita dengan kehendak Allah, atau dengan kata lain takdir kemenangan bukanlah menyerah tanpa usaha. Akan tetapi, takdir kemenangan itu harus terus di kawal. Ini artinya bahwa, ada teritorial-teritorial yang menjadi tugas kita umat islam Manggarai Barat untuk meraih kemenangan. Dan inilah yang kita katakan dengan usaha atau ikhtiar. Dan ada juga wilayah-wilayah yang merupakan hak tunggalnya Allah untuk menentukan kemenangan. Idealnya memang adalah setelah usaha-usaha kemenangan kita maksimalkan, maka selanjutnya adalah taqarub ilallah. Menyerahkan sepenuhnya kepada Allah.
Jika kita menang dalam pemilu legislatif 2014 dan mencapai satu fraksi. Dan dengan kemenangan itu kemudian kita bisa mengusung paket sendiri pada pemilukada 2015 mendatang. Lalu endingnya adalah kita menang dan memimpin. Inilah yang saya katakan kemenangan adalah jalan untuk memimpin. Dan inilah cita-cita besar atau harapan besar umat Islam Manggarai Barat yang hendak di gapai pada masa mendatang.
Karakter Pemimpin Manggarai Barat
Ketika kehadiran kita mampu memberikan harapan, disaat keberadaan kita mampu memberikan pelayanan. Dan, disaat kehadiran dan keberadaan kita dapat menjawab kebutuhan umat dengan kerja nyata tanpa pamrih dan basa-basi. Berbuat dan bekerja tanpa obral janji. Maka kitalah sebetulnya pemimpin itu. Pemimpin yang diharapkan dan di nanti-nantikan umat Islam Manggarai Barat. Itu bicara ideal, lalu petanyaannya kemudian adalah bagaiman dengan kindisi ril pemimpin umat di Manggarai Barat ? Akankah ada pemimpin yang ideal yang dihartapkan itu ?. Saya mungkin tidak terlampau jauh mendiskusikan hal itu, karena saya yakin bahwa, saya dan kita semua pasti mempunyai catatan-catatan pribadi mengenai pemimpin umat Manggarai Barat yang ada saat ini. Tapi, yang ingin saya ketengahkan untuk di diskusikan adalah, tipe pemimpin seperti apa yang di inginkan umat dan masyarakat Manggarai Barat ?
Pemimpin, dalam berbagai literatur menyebutnya tak ubahnya seoarang pelayan. Dan karena sebagai pelayan, ia harus mampu memeberikan harapan-harapan baru bagi yang dipimpinnya. Dan untuk memenuhi harapan-harapan itu, pemimpin umat dan masyarakat Manggarai Barat yang diharapkan adalah tidak hanya baik-baik tapi juga kuat-kuat. Ada banyak pemimpin yang hanif dan baik hati, tapi ia tidak cekatan dalam mengambil keputusan. Tidak sedikit kita jumpai pemimpin yang ramah dan dermawan, tapi ia lamban merespon persoalan masyarakat. Dan Pada saat yang sama, sering kita jumpai pemimpin yang cekatan, tegas dan berani mengambil keputusan, tapi ia tak ubahnya preman berdasi, berwatak mafia, KKN di sana-sini. Apa yang diharapkan dari pemimipin seperti ini, yang ada hanya memeras rakyat dengan menghalalkan segala cara.
Pemimpin yang diharapkan adalah pemimpin yang padanya memiliki integritas intelektual, moral, spiritual dan emosinal. Ia rendah hati dan juga sederhana. Dan inilah yang saya katakan pemimpin yang baik-baik. Tapi juga kita butuh pemimpin yang cekatan, tegas, berani mengambil keputusan, ia bisa mendudukan persoalan, lalu kemudian dicarikan solusi yang kanstruktif. Dan inilah yang saya katakan pemimpin yang kuat-kuat. Keterpaduan antara yang baik-baik dan kuat-kuat inilah mungkin pemimpin yang dinanti-nantikan umat dan masyarakat Manggarai Barat. Kita semua tentu mempunyai peluang yang sama untuk itu. Tapi pertanyaannya adalah apakah tipe pemimpin seperti itu sudah ada dalam diri kita ? Wallahu’alam
Pemimpin, dalam berbagai literatur menyebutnya tak ubahnya seoarang pelayan. Dan karena sebagai pelayan, ia harus mampu memeberikan harapan-harapan baru bagi yang dipimpinnya. Dan untuk memenuhi harapan-harapan itu, pemimpin umat dan masyarakat Manggarai Barat yang diharapkan adalah tidak hanya baik-baik tapi juga kuat-kuat. Ada banyak pemimpin yang hanif dan baik hati, tapi ia tidak cekatan dalam mengambil keputusan. Tidak sedikit kita jumpai pemimpin yang ramah dan dermawan, tapi ia lamban merespon persoalan masyarakat. Dan Pada saat yang sama, sering kita jumpai pemimpin yang cekatan, tegas dan berani mengambil keputusan, tapi ia tak ubahnya preman berdasi, berwatak mafia, KKN di sana-sini. Apa yang diharapkan dari pemimipin seperti ini, yang ada hanya memeras rakyat dengan menghalalkan segala cara.
Pemimpin yang diharapkan adalah pemimpin yang padanya memiliki integritas intelektual, moral, spiritual dan emosinal. Ia rendah hati dan juga sederhana. Dan inilah yang saya katakan pemimpin yang baik-baik. Tapi juga kita butuh pemimpin yang cekatan, tegas, berani mengambil keputusan, ia bisa mendudukan persoalan, lalu kemudian dicarikan solusi yang kanstruktif. Dan inilah yang saya katakan pemimpin yang kuat-kuat. Keterpaduan antara yang baik-baik dan kuat-kuat inilah mungkin pemimpin yang dinanti-nantikan umat dan masyarakat Manggarai Barat. Kita semua tentu mempunyai peluang yang sama untuk itu. Tapi pertanyaannya adalah apakah tipe pemimpin seperti itu sudah ada dalam diri kita ? Wallahu’alam
Selasa, 26 April 2011
Penyangga Kekuasaan
Jika Allah mentakdirkan kita menang. Lalu kemudian memimpin dan melayani umat dan masyarakat Manggarai Barat. Lalu pertanyaanya kemudian adalah apakah kemudian persoalan kita selesai?. Jawabanya tidak. Justru kita menang dan memimpin persoalan akan semakin rumit dan kompleks. Karena semakin tinggi pohon menjulang ke langit, semakin besar pula peluang untuk diterpa angin. Ada begitu banyak dinamika yang kita hadapi, yang kalau tidak diantisipasi sejak dini, persoalanya akan membias dan membesar. Kita mungkin efuria dengan kemenangan. Tapi apa ia, efuria itu sejalan dengan profesionalitas kinerja kita. Jika ia tidak sejalan, tepatlah yang di katakan Anis Matta, “kadang jabatan-jabatan besar akan meruntuhkan harga diri kita, wibawa dan kerhotaman kita. Manakala jabatan-jabatan besar itu, tidak sepadan dengan kemampuan yang kita miliki.”
Kita mungkin kelabakan, seandainya paket perpaduan Anton Bagul dan H. Abdul Azis pada pemilukada kemarin mulus laju menuju tahta kekuasaan. Kelabakan karena mungkin suporting sistem kekuasaan kita lemah. Atau kelabakan karena penyangga kemenangan kita tidak kuat. Mestinya juga kita bertanya, ada berapa kader muslim yang kini menduduki jabatan struktural di lingkup SKPD Manggarai Barat ? ada berapa kader muslim yang eselon I, eselon II dan seterusnya ? dari semua itu, ada berapa kader muslim yang memiliki kualifikasi administrasi dan kompetensi untuk menjadi kepala dinas, kepala bidang dan kepala seksi ?. Hal-hal seperti inilah yang saya maksudkan dengan penyangga kemenangan atau suporting kekuasaan. Dan ini penting bagi kita, jika kita ingin menang dan memimpin.
Musuh dalam selimut, atau seperti duri dalam daging. Adalah mungkin kata-kata yang tepat jika tidak adanya keterpaduan antara kekuasaan dan penyangga kekuasaan (tidak adanya keterpaduan antara ekskutif dengan SKPD). Kekuasaan itu akan langgeng dan kuat, jika ia di topang oleh penyangga yang kuat juga. Ia akan menjadi bumerang dan akan merong-rong kekuasaan jika tidak ada keselarsan kata dan langkah antara ekskutif dan SKPD. Ada banyak pemimpin di negeri ini yang jatuh karena ulah bawahannya. Gusdur lengser dari tampuk kekuasaan karena penyangga kekuasaanya tidak kuat. Ia sering gonta-ganti menteri.
Dalam hemat saya, proses PNS sisasi kader muslim mungkin merupakan salah satu langkah yang cerdas, sebagai upaya mengisi kekosongan kader muslim di birokrasi. Dan bagi kader muslim yang kini duduk di birokrasi, harus sadar bahwa kebereadaan mereka adalah representasi dari umat. Dan karenanya mereka harus mengedapankan asas profesionalisme dalam bekerja. Serta tidak bertekuk lutut pada harta dan haus akan kekuasaan. Semua kita tentu ingin menang dan memimpin dengan cara-cara yang layak dan berwibawa. Tentu ini akan terwujud jika kita memiliki penyangga kekuasaan yang kuat dan suporting sistem kemenangan yang kuat pula. Biarlah kelak rakyat Manggarai Barat akan mengatakan “Mereka memang layak untuk Memimpin”.
Kita mungkin kelabakan, seandainya paket perpaduan Anton Bagul dan H. Abdul Azis pada pemilukada kemarin mulus laju menuju tahta kekuasaan. Kelabakan karena mungkin suporting sistem kekuasaan kita lemah. Atau kelabakan karena penyangga kemenangan kita tidak kuat. Mestinya juga kita bertanya, ada berapa kader muslim yang kini menduduki jabatan struktural di lingkup SKPD Manggarai Barat ? ada berapa kader muslim yang eselon I, eselon II dan seterusnya ? dari semua itu, ada berapa kader muslim yang memiliki kualifikasi administrasi dan kompetensi untuk menjadi kepala dinas, kepala bidang dan kepala seksi ?. Hal-hal seperti inilah yang saya maksudkan dengan penyangga kemenangan atau suporting kekuasaan. Dan ini penting bagi kita, jika kita ingin menang dan memimpin.
Musuh dalam selimut, atau seperti duri dalam daging. Adalah mungkin kata-kata yang tepat jika tidak adanya keterpaduan antara kekuasaan dan penyangga kekuasaan (tidak adanya keterpaduan antara ekskutif dengan SKPD). Kekuasaan itu akan langgeng dan kuat, jika ia di topang oleh penyangga yang kuat juga. Ia akan menjadi bumerang dan akan merong-rong kekuasaan jika tidak ada keselarsan kata dan langkah antara ekskutif dan SKPD. Ada banyak pemimpin di negeri ini yang jatuh karena ulah bawahannya. Gusdur lengser dari tampuk kekuasaan karena penyangga kekuasaanya tidak kuat. Ia sering gonta-ganti menteri.
Dalam hemat saya, proses PNS sisasi kader muslim mungkin merupakan salah satu langkah yang cerdas, sebagai upaya mengisi kekosongan kader muslim di birokrasi. Dan bagi kader muslim yang kini duduk di birokrasi, harus sadar bahwa kebereadaan mereka adalah representasi dari umat. Dan karenanya mereka harus mengedapankan asas profesionalisme dalam bekerja. Serta tidak bertekuk lutut pada harta dan haus akan kekuasaan. Semua kita tentu ingin menang dan memimpin dengan cara-cara yang layak dan berwibawa. Tentu ini akan terwujud jika kita memiliki penyangga kekuasaan yang kuat dan suporting sistem kemenangan yang kuat pula. Biarlah kelak rakyat Manggarai Barat akan mengatakan “Mereka memang layak untuk Memimpin”.
Rabu, 30 Maret 2011
Ketika Pemimpin Bermodalkan Nekat dan Finansial
Persoalan kita kedepan adalah, tidak hanya bagaimana kita menang dalam pemilu legislatif pada 2014 mendatang, karena ia hanya bersifat teknis. Tapi yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana kita memimpin, dan ini lebih bersifat strategis. Kasus pemilukada 2010 kemarin, cukup memberikan kita pelajaran berharga, bahwa untuk memimpin tidak hanya bermodalkan nekat dan didukung finansial yang kuat. Nekat, memiliki finansial yang kuat adalah merupakan perangkat-perangkat kemenangan, tapi ia bukan merupakan satu-satunya. Masih banyak perangkat-perangkat lain yang mesti dimiliki oleh calon pemimpin umat.
Berbicara masalah pemimpin, tentu tidak terlepas dari berbicara mengenai kapasitas, kompetensi dan integritas. Kapasitas, kompetensi dan integritas inilah kemudian yang akan menjadi daya ungkit dukungan publik. Tentu ini adalah modal dasar seorang calon pemimpin yang akan memimpin umat Manggarai Barat. Setelah modal dasar ini dimiliki, barulah kemudian kita berbicara dan berdiskusi tentang bagaimana merekayasa kemenangan. Merekayasa kemenangan tentu tidak terlepas dari dilakukannya analisis SWOT. Sehingga dengan analisis SWOT kita akan dapat mengetahui, kelemehan-kelemahan kita, kekuatan-kekutan kita, tantangan-tantangan kita dan yang tak kalah pentingnya adalah peluang-peluang kemenangan kita. Setelah ini tuntas dilakukan, maka langkah berikutnya yang kita lakukan adalah merumuskan visi misi kemenangan.
Dalam hemat saya, Secara psikolgis kondisi kejiwaan ummat pada pemilukada kemarin nampaknya benar-benar belum siap. Ini bisa dan dapat dilihat dari respon umat ketika PKS dan PBB plus PDS mengusung paket perpaduan, Anton Bagul dan H. Asis. Respon-respon umat tentang paket perpaduan terlihat cukup variatif. Ada yang mengatakan belum saatnya umat Islam menjadi pemimpin di daerah ini, ada juga yang mengatakan paket perpaduan yang diusung memiliki masa lalu yang kelam atau cacat politik. Atau mungkin ada yang jauh lebih ekstrim mengatakan bahwa, Haji Abdul Asis belum memiliki kapasitas, kompetensi dan integritas sebagai modal dasar seorang calon pemimpin. Karena ia adalah kader karbitan, yang minim pengalaman dan miskin intelektual.
Kalau dilihat dari respon-respon umat tersebut diatas, sampailah kita pada hipotesa bahwa, umat Islam Manggarai Barat benar-benar belum memahami pentingnya kepemimpinan umat atau belum menyadari bahwa keterwakilan umat pada lembaga ekskutif adalah keniscayaan. Tapi, satu hal yang kita apresiasi kepada Haji Asis adalah bahwa, ia telah memulai peran sejarah itu. Dan ini akan berdampak besar pada konstalasi politik pada pemilukada-pemilukada mendatang.
Berbicara masalah pemimpin, tentu tidak terlepas dari berbicara mengenai kapasitas, kompetensi dan integritas. Kapasitas, kompetensi dan integritas inilah kemudian yang akan menjadi daya ungkit dukungan publik. Tentu ini adalah modal dasar seorang calon pemimpin yang akan memimpin umat Manggarai Barat. Setelah modal dasar ini dimiliki, barulah kemudian kita berbicara dan berdiskusi tentang bagaimana merekayasa kemenangan. Merekayasa kemenangan tentu tidak terlepas dari dilakukannya analisis SWOT. Sehingga dengan analisis SWOT kita akan dapat mengetahui, kelemehan-kelemahan kita, kekuatan-kekutan kita, tantangan-tantangan kita dan yang tak kalah pentingnya adalah peluang-peluang kemenangan kita. Setelah ini tuntas dilakukan, maka langkah berikutnya yang kita lakukan adalah merumuskan visi misi kemenangan.
Dalam hemat saya, Secara psikolgis kondisi kejiwaan ummat pada pemilukada kemarin nampaknya benar-benar belum siap. Ini bisa dan dapat dilihat dari respon umat ketika PKS dan PBB plus PDS mengusung paket perpaduan, Anton Bagul dan H. Asis. Respon-respon umat tentang paket perpaduan terlihat cukup variatif. Ada yang mengatakan belum saatnya umat Islam menjadi pemimpin di daerah ini, ada juga yang mengatakan paket perpaduan yang diusung memiliki masa lalu yang kelam atau cacat politik. Atau mungkin ada yang jauh lebih ekstrim mengatakan bahwa, Haji Abdul Asis belum memiliki kapasitas, kompetensi dan integritas sebagai modal dasar seorang calon pemimpin. Karena ia adalah kader karbitan, yang minim pengalaman dan miskin intelektual.
Kalau dilihat dari respon-respon umat tersebut diatas, sampailah kita pada hipotesa bahwa, umat Islam Manggarai Barat benar-benar belum memahami pentingnya kepemimpinan umat atau belum menyadari bahwa keterwakilan umat pada lembaga ekskutif adalah keniscayaan. Tapi, satu hal yang kita apresiasi kepada Haji Asis adalah bahwa, ia telah memulai peran sejarah itu. Dan ini akan berdampak besar pada konstalasi politik pada pemilukada-pemilukada mendatang.
Selasa, 08 Februari 2011
Peran Intelektual Tokoh Islam Perantauan MABAR
Membangun daerah dan umat tidak mesti harus berada di daerah atau bahkan berada di tengah-tengah ummat. Ia juga bisa di lakukan oleh tokoh-tokoh ummat yang kini berada di perantuan. Peran-peran intelektual mereka, pemikiran-pemikiran mereka sangat di harapkan oleh umat di daerah. Ada begitu banyak tokoh-tokoh Islam potensial Manggarai Barat yang kini tengah berada di perantuan yang belum dimaksimalkan kontribusinya untuk membangun umat di daerah. Lemahnya peran-peran tokoh perantuan untuk membangun umat disebabkan adanya sumbatan komunikasi antara mereka dengan tokoh-tokoh Islam yang ada didaerah. Disconecting komunikasi ini lebih disebabkan karena adanya ego pribadi dan ego sektoral dari tokoh-tokoh yang ada didaerah. Dan ego pribadi dan ego sektoral ini dalam pandangan saya disebabkan lemahanya ukhuwah dan silaturahim antara tokoh-tokoh tersebut.
Dalam konteks politik juga misalnya, nyaris tidak adanya komunikasi yang intensif antara tokoh-tokoh perantuan dengan partai-partai Islam yang ada di daerah. Kalaupun ada, itu hanya di lakukan menjelang pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. Padahal idelanya komunikasi yang dibangun adalah bukan bersifat temporal dan sesaat, tapi ia lebih bersifat permanen dan berkesinambungan. Kondisi inilah yang menyebabkan lemahnya sharing ide-ide, sharing gagasan-gagasan, dan sharing langkah-langkah strategis dan teknis untuk menginventarisir persoalan umat untuk kemudian di carikan langkah-langkah solutif yang konstruktif.
Cita-cita besar untuk menghantarkan kader muslim untuk duduk di kursi legislatif dan ekskutif di daerah akan menjadi diskusi kusir, perbincangan sia-sia dan dan tak bermanfaat, jika tokoh perantauan, tokoh masyarakat di daerah dan partai islam sebagai kendaraaan politik tidak pernah melakukan sharing ide-ide, sharing gagasan-gagasan dan sharing pengetahuan untuk membangun ummat. Saya, dan semua kita tentu berharap bahwa tiga simpul kekuatan ummat tersebut dari sekarang harus membangun komunikasi yang intesif dan berkelanjutan.
Kalau sudah ada kesamaan pandangan, persamaan persepsi dalam memandang persoalan umat dari tokoh perantau, tokoh yang ada daerah dan partai Islam. Maka langkah selanjutnya yang mesti di lakukan adalah mensosialisasikan kesamaan pandangan, persamaan persepsi tersebut kepada umat. Dan sarana yang paling efektif yang diharapkan untuk mensosialisasikannya adalah peran-peran lembaga-lembaga Islam, seperti MUI, LPTQ, ormas-ormas Islam dan seterusnya. Dan kalau tokoh-tokoh umat dan partai Islam sudah duduk bersama dan seia sekata, maka yakinlah bahwa umat pada tataran grass root hanya mengamininya saja. Dan ini lah yang kita katakan perubahan dengan pola pendekatan top-down.
Dalam konteks politik juga misalnya, nyaris tidak adanya komunikasi yang intensif antara tokoh-tokoh perantuan dengan partai-partai Islam yang ada di daerah. Kalaupun ada, itu hanya di lakukan menjelang pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. Padahal idelanya komunikasi yang dibangun adalah bukan bersifat temporal dan sesaat, tapi ia lebih bersifat permanen dan berkesinambungan. Kondisi inilah yang menyebabkan lemahnya sharing ide-ide, sharing gagasan-gagasan, dan sharing langkah-langkah strategis dan teknis untuk menginventarisir persoalan umat untuk kemudian di carikan langkah-langkah solutif yang konstruktif.
Cita-cita besar untuk menghantarkan kader muslim untuk duduk di kursi legislatif dan ekskutif di daerah akan menjadi diskusi kusir, perbincangan sia-sia dan dan tak bermanfaat, jika tokoh perantauan, tokoh masyarakat di daerah dan partai islam sebagai kendaraaan politik tidak pernah melakukan sharing ide-ide, sharing gagasan-gagasan dan sharing pengetahuan untuk membangun ummat. Saya, dan semua kita tentu berharap bahwa tiga simpul kekuatan ummat tersebut dari sekarang harus membangun komunikasi yang intesif dan berkelanjutan.
Kalau sudah ada kesamaan pandangan, persamaan persepsi dalam memandang persoalan umat dari tokoh perantau, tokoh yang ada daerah dan partai Islam. Maka langkah selanjutnya yang mesti di lakukan adalah mensosialisasikan kesamaan pandangan, persamaan persepsi tersebut kepada umat. Dan sarana yang paling efektif yang diharapkan untuk mensosialisasikannya adalah peran-peran lembaga-lembaga Islam, seperti MUI, LPTQ, ormas-ormas Islam dan seterusnya. Dan kalau tokoh-tokoh umat dan partai Islam sudah duduk bersama dan seia sekata, maka yakinlah bahwa umat pada tataran grass root hanya mengamininya saja. Dan ini lah yang kita katakan perubahan dengan pola pendekatan top-down.
Rabu, 02 Februari 2011
Motivasi Mereka Menjadi Aleg
Menjadi Anggota Legislatif (Aleg) nampaknya menjadi dambaan semua orang. Karena begitu banyak fasilitas negera yang diberikan kepadanya. Sehingga tidak heran, ada ratusan bahkan ribuan orang calon orang-orang terhormat tersebut mendaftar pada setiap pemilihan umum. Merekapun hadir dalam pentas kompetisi setiap pemilihan umum dengan disiplin ilmu dan latar belakang pengetahuan yang berbeda-beda. Dan dari setiap mereka memiliki motivasi yang bervariasi, ada motivasinya ingin menjadi orang terhormat, ingin dikenal orang, menjadi figur publik. Ada juga yang motivasinya untuk mengumpulkan harta sebanyak mungkin, memperkaya diri, keluarga dan orang-orang terdekatnya.
Saya mempunyai keyakinan yang cukup kuat bahwa, pada saat yang sama masih ada juga orang yang memiliki niat yang baik, komitmen yang luhur untuk menjadi Aleg. Bagi mereka menjadi Aleg adalah tugas mulia dan amanah rakyat yang tidak hanya di pertanggung jawabkan kehadapan rakyat, tapi ia juga akan di pertanggung jawabkan di hadapan Allah. Orang-orang seperti inilah yang memahami betul apa tugas dan fungsinya sebagai Aleg ketika kelak mereka terpilih.
Ini adalah cerita tentang mereka-meraka yang ingin menjadi Aleg atau cerita mereka-mereka yang belum menduduki kursi panas. Bagi mereka-mereka yang motivasinya harta dan kekuasaan tentu sudah layu sebelum layar terkembang. Dan bisa ditebak, kelak ketika mereka menjadi orang terhormat tidak akan pernah memikirkan rakyat. Tapi bagi mereka yang niatnya baik dan benar, tentu idealita intelektulanya belum teruji menyapa masyarakat dengan realitas intelektualnya. Bisa saja idealismenya tegar bagai karang yang tak terpecahkan gelombang. Atau bisa saja idealismenya terhempas gelombang harta dan kekuasaan.
Lalu bagaimana dengan Aleg kita sekarang, khusunya kader-kader Muslim yang kini diamanahi menjadi Aleg. Akankah mereka terus memperjuangakn kepentingan umat ?. Akankah idealismenya mengakar kuat dalam detak nafas perjuangan mereka ? Ataukah idealisme mereka tenggelam ditelan harta dan kekuasaan. Saya, dan kita semua tentu berharap dan menaruh harapan besar kepada meraka agar mereka terus menyuarakan aspirasi umat, meskipun tantangan yang mereka hadapi teramat berat. Teriring doa kita terus lantunkan, kiranya idealisme mereka tidak luntur lantaran tergoda harta, tahta apa lagi wanita.
Saya mempunyai keyakinan yang cukup kuat bahwa, pada saat yang sama masih ada juga orang yang memiliki niat yang baik, komitmen yang luhur untuk menjadi Aleg. Bagi mereka menjadi Aleg adalah tugas mulia dan amanah rakyat yang tidak hanya di pertanggung jawabkan kehadapan rakyat, tapi ia juga akan di pertanggung jawabkan di hadapan Allah. Orang-orang seperti inilah yang memahami betul apa tugas dan fungsinya sebagai Aleg ketika kelak mereka terpilih.
Ini adalah cerita tentang mereka-meraka yang ingin menjadi Aleg atau cerita mereka-mereka yang belum menduduki kursi panas. Bagi mereka-mereka yang motivasinya harta dan kekuasaan tentu sudah layu sebelum layar terkembang. Dan bisa ditebak, kelak ketika mereka menjadi orang terhormat tidak akan pernah memikirkan rakyat. Tapi bagi mereka yang niatnya baik dan benar, tentu idealita intelektulanya belum teruji menyapa masyarakat dengan realitas intelektualnya. Bisa saja idealismenya tegar bagai karang yang tak terpecahkan gelombang. Atau bisa saja idealismenya terhempas gelombang harta dan kekuasaan.
Lalu bagaimana dengan Aleg kita sekarang, khusunya kader-kader Muslim yang kini diamanahi menjadi Aleg. Akankah mereka terus memperjuangakn kepentingan umat ?. Akankah idealismenya mengakar kuat dalam detak nafas perjuangan mereka ? Ataukah idealisme mereka tenggelam ditelan harta dan kekuasaan. Saya, dan kita semua tentu berharap dan menaruh harapan besar kepada meraka agar mereka terus menyuarakan aspirasi umat, meskipun tantangan yang mereka hadapi teramat berat. Teriring doa kita terus lantunkan, kiranya idealisme mereka tidak luntur lantaran tergoda harta, tahta apa lagi wanita.
Minggu, 30 Januari 2011
Kualitas Partai Politik
Kualitas Partai Politik dalam hemat saya setidaknya di tentukan oleh beberapa factor, diantaranya adalah kualitas sumber daya yang ada dalam partai, manajemen organisasi yang baik, pola kaderisasi yang rapi dan program-program partai yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dan dari semua itu, factor kekompakan, kebersamaan dari kader partai juga dapat menjadi indicator eksisnya sebuah partai. Karena hanya dengan kekompakan dan kebresamaan mesin partai akan dapat berjalan dengan baik untuk mengekskusi semua program-program partai.
Factor-faktor inilah yang kemudian dalam pandangan saya partai politik akan menuai simpati public. Tidak hanya itu, factor Integritas moral kader partai juga menjadi daya ungkit simpati public. Kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik lebih di sebabkan karena kurangnya integritas moral dan tidak adanya keselarasan kata dan perbuatan dari kader partai, terutama mereka yang kini duduk di kursi legislative. Dalam banyak kasus misalnya, ada banyak kader partai yang ketika belum menjadi anggota DPRD terus menyapa rakyat dengan mengumbar banyak janji. Namun setelah mereka menjadi orang terhormat, janji manis tinggal kenangan. Dan inilah yang menyebabkan rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik.
Lalu bagaimana dengan Partai Islam di Manggarai Barat ?. Akankah sumber daya partai Islam mampu menyuarakan aspirasi umat? Atau bisa saja pertanyaan ini menukik lebih jauh, akankah ada keselarasan kata dan perbuatan dari kader partai Islam, terutama mereka yang kini di wakili oleh Syakar A. Jangku, M.Si, Rusding, SE dari PKS dan H. Abdul Asis, S.Sos dar PBB yang kini di amanahi jadi anggota DPRD ? Untuk menjawab pertanyaan ini, nampaknya terlalu subjektif kalau saya jelaskan di sini. Tapi satu hal yang pasti bahwa saya, dan kita semua mempunyai penilaian yang berbeda-beda tentang hal ini.
Disinilah sebetulnya peran partai politik khususnya Partai Islam di Manggarai Barat, untuk terus melakukan pembinaan yang intensif terhadap kadernya dengan mengikuti pola kaderisasi yang berkesinambungan. Sumbatan kaderisasi inilah kemudian akan melahirkan politisi-politisi karbitan yang tidak mempunyai komitmen yang kuat untuk memperjuangkan kepentingan umat. Saya dan kita semua tentu berharap bahwa tiga partai Islam di Manggarai Barat PKS, PBB dan PPP memiliki kualifikasi-kualifikasi standart sebagai partai yang berkualitas. Tentu, ini akan dapat terwujud jika tidak adanya perpecahan di internal partai Islam tersebut.
Factor-faktor inilah yang kemudian dalam pandangan saya partai politik akan menuai simpati public. Tidak hanya itu, factor Integritas moral kader partai juga menjadi daya ungkit simpati public. Kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik lebih di sebabkan karena kurangnya integritas moral dan tidak adanya keselarasan kata dan perbuatan dari kader partai, terutama mereka yang kini duduk di kursi legislative. Dalam banyak kasus misalnya, ada banyak kader partai yang ketika belum menjadi anggota DPRD terus menyapa rakyat dengan mengumbar banyak janji. Namun setelah mereka menjadi orang terhormat, janji manis tinggal kenangan. Dan inilah yang menyebabkan rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik.
Lalu bagaimana dengan Partai Islam di Manggarai Barat ?. Akankah sumber daya partai Islam mampu menyuarakan aspirasi umat? Atau bisa saja pertanyaan ini menukik lebih jauh, akankah ada keselarasan kata dan perbuatan dari kader partai Islam, terutama mereka yang kini di wakili oleh Syakar A. Jangku, M.Si, Rusding, SE dari PKS dan H. Abdul Asis, S.Sos dar PBB yang kini di amanahi jadi anggota DPRD ? Untuk menjawab pertanyaan ini, nampaknya terlalu subjektif kalau saya jelaskan di sini. Tapi satu hal yang pasti bahwa saya, dan kita semua mempunyai penilaian yang berbeda-beda tentang hal ini.
Disinilah sebetulnya peran partai politik khususnya Partai Islam di Manggarai Barat, untuk terus melakukan pembinaan yang intensif terhadap kadernya dengan mengikuti pola kaderisasi yang berkesinambungan. Sumbatan kaderisasi inilah kemudian akan melahirkan politisi-politisi karbitan yang tidak mempunyai komitmen yang kuat untuk memperjuangkan kepentingan umat. Saya dan kita semua tentu berharap bahwa tiga partai Islam di Manggarai Barat PKS, PBB dan PPP memiliki kualifikasi-kualifikasi standart sebagai partai yang berkualitas. Tentu, ini akan dapat terwujud jika tidak adanya perpecahan di internal partai Islam tersebut.
Jumat, 21 Januari 2011
Pendekatan Perubahan
Dalam berbagai literature perubahan menyebutkan setidaknya perubahan bermula dari perubahan induvidu. Dalam bahasa yang sangat sederhana AA Gym memformulasikannya dengan konsep 3 M. Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal-hal terkecil dan Mulai saat ini, (Q.S. Ar-Ra’d : 11). Jika perubahan-perubahan induvidu terwujud, maka yakinlah bahwa ia akan berputar kencang menuju perubahan-perubahan social. Atau perubahan itu berawal dari transformasi diri lalu kemudian mewujud menjadi tranformasi kolektif.
Untuk merealisasikan perubahan-perubahan dimaksud juga harus memiliki metodelogi dan pendekatan-pendekatan yang tepat. Sehingga perubahan yang diharapkan dapat berimplikasi pada terbentuknya masyarakat madani atau civil society. Masyarakat madani yang didambakan adalah masyarakat yang berperadaban tinggi, yang berbasis pada nilai, etika dan religiusitas. Dalam hemat saya setidaknya ada dua pendekatan perubahan yang mesti dilakukan untuk mencapai masyarakat madani tersebut. Pertama adalah pendekatan cultural dan yang kedua adalah pendekatan structural.
Dalam konteks umat Islam Manggarai Barat, nampaknya pola pendekatan perubahan diatas masih sangat relevan dengan kondisi umat yang belum menemukan format yang ideal untuk membangaun kebersamaan. Pendekatan perubahan itu juga setidaknya harus menjadi wacana dan bahan diskusi untuk mengekskusi proyek persatuan umat.
Pendekatan cultural dapat dilakukan dengan penyebaran kader ke berbagai kalangan dan lapisan masyarakat. Kehadiran mereka ditengah masyarakat diharapkan mampu menjadi perekat dan pemersatu umat. Mereka bukan bicara perbedaan, tapi mereka terus bicara tentang kebersamaan. Dan Mereka terus memberikan pendidikan politik tentang pentinganya kebersamaan dan persatuan umat. Pendekatan perubahan cultural bisa dilakukan secara individu dan juga bisa di lakukan melalui lembaga-lemabaga keumatan, yayasan dan ormas. Secara individu dapat dilakukan oleh tokoh agama, tokoh adat, khatib, dan imam-imam masjid. Sementara secara lembaga bisa di lakukan oleh MUI, LPTQ, lembaga pendidikan, yayasan dan ormas. Perubahan yang diharapkan dari pendekatan cultural adalah bottom-up.
Pendekatan structural dilakukan dengan penyebaran kader umat kedalam lembaga formal seperti legislative dan ekskutif dan sector-sektor lain dalam melayani, membangun dan memimpin umat melalui mekanisme konstitusinal. Tujuan keberadaan kader umat dalam lembaga-lembaga dimaksud adalah untuk turut berkontribusi dalam membangun system, membuat kebijakan yang berpihak kepada kepentingan umat. Disamping itu, keberadaan kader umat pada lembaga-lembaga formal tersbut diharapkan mampu mengadvokasi dan mengawal anggaran yang berpihak kepada kepentingan umat. Perubahan yang diharapkan dari pendekatan structural adalah top-down
Kalau saja semua elemen umat Islam Manggarai Barat bekerja menurut bidangnya masing-masing. Dan mereka bekerja untuk sebuah proyek persatuan umat dan tidak merasa bahwa dirinyalah yang paling berperan dalam membangun kebersamaan yakinlah bahwa, cita-cita yang diharapkan kita semua akan lebih cepat terwujud.
Untuk merealisasikan perubahan-perubahan dimaksud juga harus memiliki metodelogi dan pendekatan-pendekatan yang tepat. Sehingga perubahan yang diharapkan dapat berimplikasi pada terbentuknya masyarakat madani atau civil society. Masyarakat madani yang didambakan adalah masyarakat yang berperadaban tinggi, yang berbasis pada nilai, etika dan religiusitas. Dalam hemat saya setidaknya ada dua pendekatan perubahan yang mesti dilakukan untuk mencapai masyarakat madani tersebut. Pertama adalah pendekatan cultural dan yang kedua adalah pendekatan structural.
Dalam konteks umat Islam Manggarai Barat, nampaknya pola pendekatan perubahan diatas masih sangat relevan dengan kondisi umat yang belum menemukan format yang ideal untuk membangaun kebersamaan. Pendekatan perubahan itu juga setidaknya harus menjadi wacana dan bahan diskusi untuk mengekskusi proyek persatuan umat.
Pendekatan cultural dapat dilakukan dengan penyebaran kader ke berbagai kalangan dan lapisan masyarakat. Kehadiran mereka ditengah masyarakat diharapkan mampu menjadi perekat dan pemersatu umat. Mereka bukan bicara perbedaan, tapi mereka terus bicara tentang kebersamaan. Dan Mereka terus memberikan pendidikan politik tentang pentinganya kebersamaan dan persatuan umat. Pendekatan perubahan cultural bisa dilakukan secara individu dan juga bisa di lakukan melalui lembaga-lemabaga keumatan, yayasan dan ormas. Secara individu dapat dilakukan oleh tokoh agama, tokoh adat, khatib, dan imam-imam masjid. Sementara secara lembaga bisa di lakukan oleh MUI, LPTQ, lembaga pendidikan, yayasan dan ormas. Perubahan yang diharapkan dari pendekatan cultural adalah bottom-up.
Pendekatan structural dilakukan dengan penyebaran kader umat kedalam lembaga formal seperti legislative dan ekskutif dan sector-sektor lain dalam melayani, membangun dan memimpin umat melalui mekanisme konstitusinal. Tujuan keberadaan kader umat dalam lembaga-lembaga dimaksud adalah untuk turut berkontribusi dalam membangun system, membuat kebijakan yang berpihak kepada kepentingan umat. Disamping itu, keberadaan kader umat pada lembaga-lembaga formal tersbut diharapkan mampu mengadvokasi dan mengawal anggaran yang berpihak kepada kepentingan umat. Perubahan yang diharapkan dari pendekatan structural adalah top-down
Kalau saja semua elemen umat Islam Manggarai Barat bekerja menurut bidangnya masing-masing. Dan mereka bekerja untuk sebuah proyek persatuan umat dan tidak merasa bahwa dirinyalah yang paling berperan dalam membangun kebersamaan yakinlah bahwa, cita-cita yang diharapkan kita semua akan lebih cepat terwujud.
Langganan:
Postingan (Atom)